I. PENDAHULUAN
Kajian tasawuf berperan besar dalam menentukan arah dan dinamika kehidupan masyarakat. Kehadirannya meski sering menimbulkan kontroversi, namun kenyataan menunjukkan bahwa tasawuf memiliki pengaruh tersendiri dan layak diperhitungkan dalam upaya menuntaskan
problem-problem kehidupan modern yang senantiasa berkembang mengikuti gerak dinamikanya, karena tasawuf adalah jantung dari ajaran Islam, tanpa tasawuf Islam akan kehilangan ruh ajaran aslinya. Tasawuf akan membimbing seseorang dalam mengarungi kehidupan ini yang memang tidak bisa terlepas dari realitas yang tampak maupun yang tidak tampak, Untuk menjadi seseorang yang bijak dan professional di dalam menjalankan setiap peran dalam mengarungi kehidupan ini, karena selain bisa memahami realitas lahir ia juga mampu memahami realitas batin, sehinga ia mampu untuk berinteraksi dangan alam secara harmonis dan serasi, dan itulah yang diajarkan di dalam agama Islam, keharmonisan dan keserasian dengan alam semesta. Tasawuf menjadi sangat penting, karena bisa menjadi dasar bagi setiap upaya amal untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, bagi setiap pencari kebenaran dan kesempurnaan diri dan kehidupannya. Tasawuf sebagai salah satu pilar utama dalam Islam, harus dapat menyesuaikan di dunia modern ini karena kebanyakan manusia didominasi oleh hegemoni paradigma ilmu pengetahuan positivistic-empirisme dan budaya barat yang materialistik-sekularistik. Adapun masalah modernitas tersebut mencakup politik, ekonomi, dan budaya. Sesuai dengan tema bahasan diatas, maka dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai problema politik. Yang berketepatan mengenai problema politik yang ada di Indonesia dan islam dan peran serta antisipasi tasawuf untuk kedepannya. II. RUMUSAN MASALAH
1. Tasawuf dan Perannya dalam Menyelesaikan Permasalahan politik di Indonesia dan islam.
2. Antisipasi tasawuf untuk masa depan.
III. PEMBAHASAN
1. Tasawuf dan Perannya dalam Menyelesaikan Permasalahan politik di Indonesia dan islam.
Permasalahan politik yang dialami Indonesia saat ini yang paling serius adalah krisis kepercayaan dan spiritual. Masalah ini telah merasuk kedalam jiwa warga negara Indonesia sendiri dan juga kedalam jiwa warga negara lain termasuk para investor. Betapa tidak, setiap hal yang dilakukan oleh pemimpin
negara bahkan pemimpin yang berada dibawahnya dirasa kurang memihak rakyat atau dengan kata lain lebih memihak suatu golongan tertentu atau untuk dirinya sendiri. Banyak rakyat tidak puas dengan apa yang telah dilakukan pemerintah, demikian pula bobroknya para pelaksana lapangan yang berlaku semena-mena dan tidak sesuai dengan prosedur. Akhirnya demo dan aksi anarkis terjadi dimana- mana. Selain itu kehidupan pers yang terkadang bahkan sering melupakan etikanya sebagai media pencerahan menambah parah keadaan yang ada. Korupsi, kasus suap, penjualan dan pemaksaan hak dan masih banyak lagi hal-hal yang dapat dikaitkan dengan masalah politik atau lebih tepatnya ketidakwarasan perpolitikan di Indonesia. Dikatakan tidak waras karena antara pelaku politik dan rakyat sudah tidak memahami jalur perpolitikan yang sehat. Setiap orang menginginkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Sebagia contoh kesalahan rakyat adalah dalam memilih pejabat sudah tidak didasari hati nuraninya, tidak lagi memilih yang benar-benar layak dijadikan pimpinan, bahkan banyak dari mereka yang memilih atas dasar nilai nominal yang lebih banyak yang telah diberikan kepadanya. Kemudian kesalahan pelaku politik sudah jelas. Mereka berangkat dan akhirnya terpilih karena uang, mereka menyuap rakyat dengan uang agar memilihnya. Selanjutnya bisa dipastikan langkah pertama yang diambil adalah mengembalikan sejumlah uang yang telah dia keluarkan melalui segala cara, salah satunya korupsi. Hanya sedikit atau bahkan tidak ada rasa takut yang pada diri mereka, bahkan dengan hukum dan sumpah yang telah mereka ikrarkan sebelumnya. Inilah gambaran bobroknya perpolitikan di Indonesia dan sebenarnya masih banyak lagi kebobrokan yang lainnya disamping kebaikannya. Dari sinilah saatnya tasawuf menjadi suatu yang wajib dilirik oleh mereka yang berada di kursi panas dan juga rakyat yang awam terhadap dunia perpolitikan. Apa yang akan dilakukan tasawuf akan menguntungkan semuanya. Berikut analisisnya:
Pertama, dari para manusia yang akan mencalonkan dirinya sebagai wakil rakyat maupun pimpinan rakyat hendaknya telah mampu memenej kehidupannya sendiri. Dengan begitu apabila telah terpilih, mereka tidak menyusahkan, tidak
banyak permintaan dan dapat bekerja secara optimal. Seorang pemimpin adalah memimpin rakyat banyak, bukan memimpin suatu golongan tertentu. Oleh karena itu, dalam kepemimpinannya tidak dianjurkan memihak kepada salah satu atau beberapa golongan tertentu. Selain itu seorang calon pejabat adalah merupakan tokoh terpilih atas amalannya yang baik (saffah) dan pengetahuannya yang luas, sehingga nantinya tidak menyeleweng dari tugasnya dan selalu bekerja secara baik.
Kedua, memiliki identitas tasawuf. Berangkat dengan jalan yang bersih dan bertindak juga dengan kesucian hati (shafa, shaf) sehingga niatnya tidak tercemar. Sebagaimana ungkapan Mr. Kasman Singodimejo “leiden is lijen” yang berarti pemimpin itu menderita (saufanah,shuf). Sebagai seorang pemimpin harus berani hidup menderita dan berkorban untuk kesejahteraan orang banyak. Seorang pemimpin jangan sampai melirik nikmatnya dunia sebelum rakyatnya merasa sejahtera. Andaikan harus menikmati dunia, hendaknya tidak berlebihan (zuhud, wara’). Mereka bekerja semata-mata untuk mendapat ridho Allah SWT dengan cara memakmurkan rakyat banyak (memberikan manfaat).
Ketiga, tidak mudah terpengaruh dan tetap teguh pada penddiriannya. Selalu berusaha menjadi yang terbaik dan menyerahkan segala yang telah diusahakan hanya kepada Allah.
Keempat, memiliki jiwa yang senantiasa menginginkan inovasi untuk menjadi lebih baik, pantang menyerah, kemudian menyerahkan semua yang telah diusahakan hanya kepada Allah SWT (tawakal) dan menerima apa yang akan terjadi dangan tetap teguh hati dan terus berusaha (ridha). Dalam khazanah Islam terdapat al-hanafiyyat as-samhah (sikap toleran yang lapang). Nabi Muhammad SAW mengajarkan untuk tidak semata-mata sibuk dengan ritual (seremonial), melainkan juga peduli dengan lingkungan sosial di sekitar kita.[1] Dengan sikap hidup seperti ini, dimungkinkan lahirnya kesadaran beragama yang inklusif dan tidak fanatik. Dalam bahasa yang elok, Al-Quran menuntun umatnya untuk tidak “berlebihan dalam beragama” (laa taghluw fii diinikum), sebab Islam pada dasarnya merupakan penjabaran dari seperangkat pola hidup yang terbuka, sederhana dan jauh dari rumit. Karenanya ia senantiasa menyodorkan dimensi kelapangan serta kemudahan. Demikian pula halnya dalam berpolitik, perhatian terhadap kehidupan sosial yang di sekitarnya harus tetap menjadi tolak ukur dalam menjalankan perpolitikan yang ada. Akhirnya berdasarkan uraian tersebut, setidaknya para elit politik (serta disokong para intelektual dan pemuka agama) dapat menjalankan fungsinya sebagai sentrum pembentukan kesadaran publik yang cerdas.[2]
2. Antisipasi tasawuf untuk masa depan
Melihat masalah yang muncul akibat modernitas seperti politik yang telah di uraikan diatas tersebut, maka antisipasi untuk meningkatkan kesalehan itu. Disini terdapat beberapa tawaran, diantaranya yaitu: pertama para intelektual muslim bekerja dengan kolektif (ijtihad jama’i) berupaya sekuat tenaga mengembangkan diri aspiratif terhadap IPTEK, menyandang charisma tradisional dengan paradigma intelektual sehingga memiliki kemampuan dialogis dan fungsional terhadap perkembangan IPTEK, masyarakat dan berbagai masalah yang ditimbulkan itu.[3] Antisipasi berikutnya dalam menghadapi permasalahan itu, menwarkan untuk meningkatkan keberagaman melalui tasawuf. Tentunya dengan formulasi yang kontekstual, dikemas dengan rumusan yang dapat diterima oleh “awam”. Dalam tasawuf terdapat prinsip-prinsip positif yang mampu menumbuhkan masa depan masyarakat, antara lain hendaknya manusia selalu introspeksi diri (muhasabah), berwawasan hidup yang moderat, tidak terjerat nafsu rendah sehingga lupa diri pada Tuhannya. karena tasawuf tidak lepas dari moralitas, yang didalamnya terdapat keseimbangan antara prilaku bermoral secara vertical yakni hablumminallah maupun horizontal atau hablummminannas.[4]
IV. KESIMPULAN
Tasawuf merupakan ajaran yang berdasarkan Islam secara menyeluruh, bahkan dapat dikatakan sebagai jantung dari Islam. Tasawuf tetap memiliki eksistensi dalam menyelesaikan permasalahan modern.[5] Seperti halnya masalah politik, khususnya yang terjadi di Indonesia. dimana begitu banyaknya prilaku moralitas yang lepas dari kesalehan. Tasawuf member peranan dan antisipasi dalam penyelesaian masalah secara benar dijalan yang diridhoi Allah SWT, karena Persoalan yang diselesaikan dengan jalan yang benar merupakan penyelesaian masalah yang tidak menimbulkan masalah. Semua hal tergantung terhadap bagaimana menyikapinya. Kehidupan yang didasari upaya menggapai ridho Allah SWT, pasti mendapat jalan yang cerah, diberi kemudahan dan memperoleh kemakmuran pada akhirnya.
V. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami uraikan, semoga apa yang telah kami uraikan menambah pengetahuan tentang bagaimana menyikapi problema-problema saat ini dengan tetap berpedoman pada jalan tasawuf dengan ridlo Allah SWT.
VI. DAFTAR PUSTAKA
M. Amin Syukur, Tasawuf Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004.
http://www.scribd.com/doc/38662850/PERAN-TASAWUF-DALAM-PENYELESAIAN-MASALAH-MODERNITAS-Politik-Ekonomi-dan-Budaya.
Haidar baqir, Manusia Modern Mendambah Allah: Renungan Tasawuf Positif, IIMaN&Hikmah, Jakarta, 2002
[1] http://www.scribd.com/doc/38662850/PERAN-TASAWUF-DALAM-PENYELESAIAN-MASALAH-MODERNITAS-Politik-Ekonomi-dan-Budaya
[2] Ibid,.
[3] M.Amin Syukur, Tasawuf Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, h.35
[4] Haidar baqir, Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf Positif, IIMaN&Hikmah, Jakarta, 2002, h. 192
[5] http://www.scribd.com/doc/38662850/PERAN-TASAWUF-DALAM-PENYELESAIAN-MASALAH-MODERNITAS-Politik-Ekonomi-dan-Budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar