Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tasawuf Sosial
Disusun oleh :
Endah Endrayani (084411006)
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONG
SEMARANG
2010
Tarekat Mu’tabarak di Indonesia
I. PENDAHULUAN
Kajian tasawuf tidak dapat dipisahkan dengan kajian terhadapa pelaksanaannya di lapangan, dalam hal ini praktek ’ubudiyah dan muamalah dalam tarekat. Walaupun kegiatan tarekat sebagai sebuah institusi lahir belasan abad sesudah contoh konkrit pendekatan terhadap Allah SWT yang telah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, dan kemudian dilanjutkan oleh sebagian sahabat terdekat beliau, tabi’in, lalu tabi’in al tabi’in kemudian lahir para auliya’ Allah.
Nama tarekat yang berbeda tidak menjadi halangan, begitu juga dengan penyebarannya yang meluas ke seluruh dunia Islam, jaringan sufi dan gerakannya baik melalui perdagangan maupun variasi aspirasi politik mereka tidak menjadikan mereka lupa terhadap misi utama tasawuf dan tarekat pada khususnya, yakni mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.
II. POKOK PERMASALAHAN
1. Arti Tarekat Mu’tabarak
2. Kriteria Tarekat Mu’tabarak
3. Tarekat Mu’tabarak di Indonesia
4. Antara JATMI (Jam’iyah Ahl Athariqah Al Mu’tabarak Indonesia) dan JATMAN (Jam’iyah Ahl Thariqah Al Mu’tabarak Al Nahdiyah)
III. PEMBAHASAN
1. Arti Tarekat Mu’tabarak
Dalam tasawuf, seringkali dikenal istilah thariqah, yang berarti jalan, yakni jalan untuk mencapai ridha Allah. Dengan pengertian ini bisa digambarkan adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian sufi mengatakan, aturuk biadadi anfasil makhluq, yang artinya jalan menuju Allah itu sebanyak nafasnya makhluk, aneka ragam dan bermacam-macam. Kendati demikian orang yang hendak menempuh jalan itu haruslah berhati-hati. Karena dinyatakan pula faminha mardudah waminha maqbulah, yang artinya dari sekian banyak jalan itu ada yang sah dan ada yang tidak sah yang dalam istilah ahli tarekat lazim dikenal dengan ungkapan mu’tabarak wa ghairu mu’tabarak.[1] Dimana tarekat mu’tabarak adalah sebuah perkumpulan anggota-anggota tarekat yang diakui berdasarkan silsilah nabi Muhammad.
2. Kriteria Tarekat Mu’tabarak
Seorang ahli tarekat terbesar menerangkan, bahwa sebenarnya terekat itu tidak terbatas banyaknya, karena tarekat atau jalan kepada Allah itu sebanyak jiwa manusia. Maka dari itu, tiap tarekat diakui sah ulama harus mempunyai lima dasar, yaitu:
a. Menuntut ilmu untuk dilaksanakan sebagai perintah Tuhan
b. Mendampingi guru dan teman setarekat untuk meneladani
c. Meninggalkan rukhsan dan ta’wil untuk kesungguhan
d. Mengisi semua waktu dengan doa dan wirid
e. Mengekangi hawa nafsu daripada berniat salah dan untuk keselamatan[2]
Jadi pada dasarnya, kekeluargaan tarekat terdiri dari syaikh, syaikh mursyid, mursyid, murid, ribath (tempat latihan), kitab-kitab, baiat, metode/ajaran, dan silsilah.
Dari unsure-unsur di atas, salah satu yang menjadi kartu nama dan legitimasi sebuah tarekat adalah silsilah. Silsilah ini menjadi tolok ukur sebuah tarekat itu mu’tabarah.[3] Silsilah tarekat adalah nisbah hubungan guru terdahulu sambung menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi. Hal ini harus ada, sebab bimbingan keruhanian yang diambil dari guru-guru itu harus benar-benar berasal dari Nabi. Kalau tidak demikian, berarti tarekat itu terputus atau palsu, bukan warisan dari Nabi.
3. Tarekat Mu’tabarak di Indonesia
Tarekat-tarekat itu banyak sekali, ada tarekat-tarekat yang merupakan induk, diciptakan oleh tokoh-tokoh tasawuf aqidah, dan ada tarekat-tarekat yang merupakan perpecahan daripada tarekat induk tersebut, yang sudah dipengaruhi oleh syeikh-syeikh tarekat yang mengamalkannya. Dan diantara perpecahan tarekat-tarekat itu disusun dalam atau diberi istilah-istilah yang sesuai dengan tempat perkembangannya. Dan dalam perkembangannya di Indonesia sekarang, sudah tercatat ada 45 tarekat mu’tabarah[4], yaitu: Rumiyah, Rifa’iyah, Sa’diyah, Bakriyah, Justiyah, Umariyah, Alawiyah, Abasiyah, Zainiyah, Dasuqiyah, Akbariyah, Bayumiyah, Malamiyah, Ghoibiyah, Tijaniyah, Uwaisiyah, Idrisiyah, Samaniyah, Buhuriyah, Usyaqiyah, Kubrowiyah, Maulawiyah, Jalwatiyah, Baerumiyah, Ghozaliyah, Hamzawiyah, Hadadiyah, Mabuliyah, Sumbuliyah, Idrusiyah, Usmaniyah, Syadziliyah, Sya’baniyah, Khalsyaniyah, Qodiriyah, Syatoriyah, Khalwatiyah, Bakdasiyah, Syuhriyah, Ahmadiyah, ‘Isawiyah, Thuruqil Akabiril Auliya, Qadariyah wa Naqsabandiyah, Khalidiyah wa Naqsabandiyah, Ahli Mulazamatil Qur’an wa Sunnah wa Dalailil Khoiroti Wata’limi Fathil Qoribi, au Kifayatil Awam.[5]
4. Antara JATMI (Jam’iyah Ahl Athariqah Al Mu’tabarak Indonesia) dan JATMAN (Jam’iyah Ahl Thariqah Al Mu’tabarak Al Nahdiyah)
Untuk menghindari penyimpangan sufisme dari garis lurus yang diletakkan para sufisme dari garis lurus yang diletakkan para sufi terdahulu, maka NU meletakkan dasar-dasar tasawuf sesuai dengan khittah ahlissunnah wal jamaah. Dalam kerangka inilah JATMAN (Jam’iyyah ahl thariqah al mu’tabarak ah Nahdiyah) dibentuk, yaitu untuk memberikan rambu-rambu kepada masyarakat tentang tarekat yang mu’tabarak dan ghairu mu’tabarak.[6] Sebelum terbentuk JATMAN, ulama-ulama Indonesia yang berpaham aswaja dan aktif di dunia tarekattelah membentuk organisasi tarekat dengan nama jam’iyyah ahl athariqah al mu’tabarak (JATMI).[7] Kata “nahdhiyah” ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa federasi tarekat ini harus tetap berafiliasi kepada NU.[8]
Pergantian nama ini disebabkan oleh pergulatan internal dalam tubuh jam’iyyah ketika bergulat dengan lingkungan social politik yang berkembang pada tahun 70an. Pada mu’tamar kelima jam’iyyah ahl at thariqah al mu’tabarak di Madiun tahun 1975, kyai Musta’in Romli terpilih sebagai ketua umum. Kyai ini merupakan sosok yang cukup diperhatikan pemerintah. Dibuktikan dengan pemberian sebidang tanah dan bantuan keuangan untuk keperluan pendidikan yang memungkinkan Kyai Musta’in membangun Universitas Swasta di Jombang yaitu Universitas Darul Ulum. Hanya saja, sebagaimana lazimnya bantuan pemerintah itu juga menjadi semacam pembelian dukungan politik yang diperlukan untuk memperkokoh stabilitas kekuasaan. Kebaikan pemerintah ini akhirnya menjerat Kyai Musta’in untuk ikut serta dalam kampanye Golkar pada tahun 1997. Langkah ini jelas dianggap sebagai penghianatan terhadap NU yang saat itu masih berfusi dalam PPP. Dengan peristiwa itu kyai Musta’in terpental dari kepemimpinan jam’iyyah ahl at thariqah al mu’tabarak dan mendirikan JATMI yang berkedudukan di Rejoso. [9]
Konflik ini tidak saja melemahkan Kyai Musta’in, tetapi juga melemahkan tarekat sebagai jaringan dan wadah umat. Hal ini yang mendorong beberapa ulama untuk mengkonsolidasi ulang tarekat-tarekat NU. Pada tahun 1979, diadakanlah musyawarah para pemimpin NU di Suburan Mranggen, Demak. Dalam musyawarah itu tercetus keputusan dibentuknya Jam’iyah Ahl Thariqah Al Mu’tabarak Al Nahdiyah (JATMAN). Keputusan ini dilakukan dengan Surat Keputusan PB. Syuriah Nomor: 137/ Syur PB/V/1980 dengan tujuan mempertahankan kepentingan bersama, yaitu tarekat yang terhimpun ini mengindahkan syari’ah dan termasuk aswaja, serta harus mempunyai silsilah yang sah, yaitu berkesinambungan sampai Nabi.
IV. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya, baik dari segi susunan maupun isinya. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai bahan pertimbangan kami dalam menyusun makalah kami mendatang. Terima kasih.
Daftar Pustaka
Abubakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat (Kajian Historis Tentang Mistik), Solo: Ramadani, 1996.
Sri Mulyani, Mengenal & Memahami Tarekat-Tarekat Mu’tabarah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2005.
Muhsin Jamil, Tarekat dan Dinamika Sosial Politik (Tafsir Sosial Sufi Nusantara), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
http://orgawan.wordpress.com/2008/05/tareqah-mutabarah-di-indonesia
http://indosufinews.blogspot.com/2009/11/pasang-surut-thariqah-al-mu’tabarah.html
[1] http://orgawan.wordpress.com/2008/05/tareqah-mutabarah-di-indonesia
[2] Abubakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat (Kajian Historis Tentang Mistik), Solo: Ramadani, 1996, h. 72.
[3] Sri Mulyani, Mengenal & Memahami Tarekat-Tarekat Mu’tabarah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2005, h.9.
[4] Muhsin Jamil, Tarekat dan Dinamika Sosial Politik (Tafsir Sosial Sufi Nusantara), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, h.110.
[5] Ibid.
[6] http://indosufinews.blogspot.com/2009/11/pasang-surut-thariqah-al-mu’tabarah.html
[7] Ibid.
[8] Muhsin Jamil, op.cit. h.107.
[9] Ibid. h.108-109.
Seingat saya sedonya kyai mustain skitar akhir 70an/awal 80an,d atas k katanya ikut kmpanya 97.?mohon d koreksi kbenarannya
BalasHapusTerima kasih,
BalasHapusSebagai bahan renungan bagi saya sebagai jamaah tarekat syattariyah Sumatera Barat
22betindia | Registration » Review & Best Welcome Bonus 온카지노 온카지노 카지노사이트 카지노사이트 6Viva Las Vegas: Viva Las Vegas - Shot Arcade
BalasHapus